Cerita Tahun Pertama Sebagai Product Design Lead

Stephanie Tanata
4 min readMay 23, 2022

--

Sebuah role yang gw jalani selama setahun ke belakang, penuh tantangan dan dinamika, tapi juga seru dan bermakna kalau memang role ini adalah yang kalian mau. Hm emang ngapain aja kerjaannya? Secara garis besar seorang product design lead adalah seorang:

  • diplomat antara design team dan stakeholder
  • kolaborator antara cross functional teams
  • supervisor deliverables dari sebuah design project
  • advokat design thinking dan human centered design practice
  • mentor untuk memaksimalkan potensi setiap team membernya

Di hari-hari gw menjalani role tersebut ada banyak kecemasan, keraguan, keringat dingin, bahkan sampai kerjaan yang kebawa mimpi. Di mana gw biasanya cuma berinteraksi sama Figma, sekarang interaksi gw didominasi oleh sederet jadwal terpasang di Google Calendar. Tapi setelah dijalani sebenernya banyak juga antusias, harapan, dan refleksi yang gw lakukan. Setelah mengalami (banyak) trial dan error, berikut beberapa pelajaran yang gw ambil:

1. Appreciate everyone who teach you something

Kalau kamu punya lead atau mentor design entah itu di kantor atau eksternal kantor, then consider it’s a privilege. Nyatanya tidak semua orang punya atau tahu akses untuk ke mentor ini. Gw cukup beruntung walaupun gak pernah secara eksklusif terikat titel mentor, tapi gw punya tempat bertanya yang gw rasa bisa diandalkan. But I want to go further, sepertinya gw akan melimitasi diri kalo gw bergantung sama beberapa orang aja. Sejauh ini, sumber terbaik gw belajar selain dari internet dan e-books adalah dengan banyak ngobrol sama orang. Entah itu dari percakapan dengan stakeholder lain ataupun lewat platform mentoring, there’s always another two cents that we can pick up. Reach out to anyone that can help you and thank them for any lesson you get from them.

2. Tahu ekspetasi kamu, lalu sebarkan

Salah satu job desc seorang design lead adalah untuk mengawasi kualitas output dari sebuah design project, yang mana biasanya akan keluar dalam bentuk feedback atau komentar. The thing about feedback is, everyone can do it. Semua orang bisa berkomentar kalau hasil kerjaan A masih ada typo, atau si B masih kurang eksplor. Tapi untuk memberikan feedback yang berguna, dibutuhkan juga masukan seperti apa sih ekspektasi kita sebagai pemberi komentar untuk perbaikan kesalahan ini. Maka dari itu, penting sekali untuk seorang design lead untuk menguasai konteks dan dan visi akan sebuah design project.

Tak hanya berhenti di mengetahui ekspektasi output kamu, tapi pastikan anggota tim-mu juga mengetahui ekspektasi ini dari awal (as crystal clear!). Bagaimanapun, anggota tim-mu hanya bisa membantu sejauh apa yang kamu komunikasikan kepada mereka.

3. Catat, catat, catat!

Begitu kamu jadi seorang lead, porsi kerjaan mu akan lebih banyak untuk mendengarkan dan menyampaikan informasi pada banyak pihak. Di tengah-tengahnya, kamu akan harus membuat strategi atau menyimpan data untuk analisa lebih lanjut. It’s just impossible to only rely on your brain solely, no matter how bright your brain is. Mungkin proses dokumentasi ini bisa terlihat dan terasa membosankan kadang kala, dibanding ekspektasi design lead yang: “Aku mau sepik, aku mau jadi lead design project dan membuat visual yang sakti nan mumpuni🔥”. Tapi percayalah, dokumentasi yang “membosankan” itu akan lebih berguna in the long run daripada satu momentum show-off desain UI apik.

4. Saring feedback yang dibutuhkan

Design leadership can be somewhat a lonely path. Semakin ke atas jenjang karirmu, orang akan mulai memperhatikan kamu, mempertanyakan keputusanmu, dan kalau terjadi perbedaan pendapat? Ya akan beropini tentang kamu. Semua pendapat orang tentangmu ini akan berseliweran di sekitar kupingmu, tapi sejujurnya ga semua harus kamu dengar atau perbaiki. Saring mana saran yang bisa membuatmu maju dan mana yang harus kamu diamkan dan biarkan sampai jadi angin lewat.

5. Keputusanmu tidak akan selalu benar

Baik kamu seorang IC, lead, manager, atau head sekalipun we’re all work in progress. Tidak ada manusia yang tahu segala hal, dan makanya gak apa juga kalau keputusan yang kamu ambil gak selalu tepat atau menjawab masalah. Silahkan kalau mau ambil waktu untuk berpikir sejenak, tapi kembalilah dengan arahan selanjutnya. Apa jalan terbaik yang harus kita lakukan sekarang?

6. Bekerja dengan sistem marathon

Seiring dengan pertumbuhan perusahaan dan adanya agile system, ga bisa dipungkiri masalah yang harus dipecahkan akan semakin banyak yang terkadang harus bersinggungan dengan kerjaan sehari-hari kalau mau cepat selesai. Tumpukan kerjaan yang gak ada habisnya bisa bikin drop mental kita sendiri, mungkin jadinya malah ingin gempur sebanyak-banyaknya biar cepat selesai. This is what I felt and did sometimes ago.

Butuh waktu sampai akhirnya gw sadar sendiri kalau apa yang mau gw capai itu sifatnya jangka panjang dan bukan (malah gak pernah) jadi usaha sendiri, melainkan usaha team (team work). Dari situ gw merubah sistem bekerja gw yang tadinya (sangat) ngoyo, gw membatasi gak boleh terlalu capai atau terlalu intense supaya gw bisa tetap membuat progress secara berkala.

That’s all folks, feel free if you have more tips or want to share any stories about leadership or productivity. Ciao!

--

--